MI’ROJ DALAM SHOLAT (PENGHADAPAN YANG SESUNGGUHNYA)
Bila ingin perjumpaan dengan Allah menjadi lezat dan meni’mati penghadapan serta tatapan mata kasih Allah, maka menjelang bersholat persiapkan diri dengan niat yang tulus ingin memenuhi panggilan Allah SWT.
Sejak mulai mendengar suara adzan “Allahu akbar”, inilah Allah Tuhan-ku yang Maha besar, yang memiliki diriku, yang amat menyayangi diriku, yang kumuliakan, yang kubutuhkan, yang amat penting dalam hidupku dan yang menentukan nasibku, hanya Dia-lah yang aku besarkan, selain Dia kecil.
Terdengar “Hayya ‘alash sholah”, katakan dalam hati: “Labbaika ya Allah, hamba-Mu akan datang menghadap. Terima kasih ya Allah atas panggilan ini.”
Kemudian terdengar “Hayya ‘alal falah”, “Alhamdulillah, aku akan diberikan kemenangan di masa depan.”
Setelah adzan, bersiap-siaplah untuk berthoharoh mensucikan muka, mensucikan tangan, menyapu bersih kotoran-kotoran dalam pikiran kepala dan perasaan-perasaan najis dalam hati.
Karena mau menghadap yang Maha suci, maka usirlah segala pikiran kotor dan perasaan dendam, benci, iri, congkak, kemudian usir dunia dengan segala isinya, hapus variasi dan fantasi-fantasi liar dalam pikiran, lupakan dunia dengan segala isinya, yang ada aku dan Allah-ku, yang lain anggap tidak ada. Lakukanlah sholat, pandanglah Allah yang sedang memandang kita dengan mata kasih.
Ni’matilah pandangan kasih itu, ternyata Allah SWT amat menyayangi diriku, rasa lezat menyelinap dalam hati. Kemudian timbul rasa malu, merasa banyak bersalah kepada Allah karena sholat-sholatku yang lalu terburu-buru, badanku bersholat tetapi pikiran dan perasaanku berada di kota lain, dalam sholatku itu yang kuhadapi ATM, makanan, pasar, kantor; yang kuingat uang, syahwat dan lain-lain.
Sungguh aku malu, merah mataku, parau suaraku dan gemetar tubuhku.
Bila aku yakin Allah memandangku, makhluq juga memandangku, mengapa aku lebih mengutamakan pandangan makhluq daripada pandangan Allah yang menciptakan diriku, yang menyayangiku dan yang menentukan nasibku?
Kini tidak ada lagi yang aku besarkan, semua makhluq lemah tak berdaya, siapapun dia pasti pernah mengalami sakit, stress, lemah dan tak berdaya.
لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِالله
“Tidak ada daya dan kekuatan selain Allah.”
Kini kubongkar semua dari pikiran dan perasaanku ketergantungan kepada yang lebih rendah dari Allah.
حَسْبِى رَبِّي جَلَّ الله
Aku tenang, Allah tumpuan harapanku.
مَا فِي قَلْبِيْ اِلاَّ الله
Hanya Allah dalam hatiku.
Yang kubutuhkan hanya Allah, Dia-lah yang memiliki diriku, memeliharaku, mencukupi kebutuhanku sejak aku belum mengenal-Nya, saat aku masih di dalam perut ibuku, Dia mengirim makanan melalui plasenta. Kemudian begitu aku lahir, sebelum aku bisa berdoa dan menyembah-Nya, Dia telah sediakan makanan berupa susu di dada ibuku.
Subhanallah. Alangkah rahim-nya Allah-ku. Kini aku tidak membutuhkan siapapun, aku hanya membutuhkan Allah-ku, Dia-lah yang menentukan masa depanku. Kini aku berada di hadapan-Nya, dan akan selalu berada di hadapan-Nya.
Allah SWT terus menatapku dengan tatapan mata kasih, yang membuat basah mataku. Malaikat-malaikat-Nya berkerumun mengelilingi diriku. Malaikat yang berakal dan tanpa nafsu itu nampak senyum-senyum kecil bergembira melihat seorang anak manusia kembali menghamba kepada Pencipta-nya.
Malaikat bergembira menyaksikan seorang hamba melakukan penghadapan yang sesungguhnya, bersholat dengan pikiran dan perasaannya. Dengan penghadapan yang seperti ini, atas izin Allah, malaikat-malaikat itu menyiramkan energi-energi sholat (penghadapan) kepada sang hamba, energi yang dapat membuat rasa jijik terhadap segala maksiat dan kemunkaran.
Firman Allah SWT: ”Sesungguhnya bershalat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar.” (Q.S. Al-Ankabut ayat 45)
Penghadap (orang yang bersholat) dengan kesucian hati (pikiran dan perasaan) akan menjadi manusia berperikemanusiaan yang sholeh, yang dapat meni’mati sholat ketika berhadapan dengan Allah SWT.
Pada saat penghadapan, dia mi’roj menuju istana Allah, berhadapan dalam keni’matan sehingga lupa dunia dengan segala isinya, dia tidak mendengar suara hiruk pikuk dunia. Karena dia menghadap dengan hati yang suci. “Yang datang menghadap Allah dengan hati yang suci.” (Q.S. Asy-Syu’aro’ ayat 89)
Oleh karena itu, setelah selesai bersholat, dia merasa kembali ke bumi dan mengucapkan selamat kepada penghuni bumi
“السلام عليكم ورحمة الله وبركاته “
Kalau anda dipanggil oleh atasan, pejabat ataupun boss, anda pasti buru-buru menghadap untuk memenuhi panggilannya. Anda persiapkan penampilan dan apa yang akan anda bicarakan.
Tetapi, mengapa ketika akan menghadap Allah, anda malah meremehkan penghadapan anda? Maka beginilah keadaan ummat Islam saat ini.
Marilah kita sediakan waktu khusus untuk bersholat, karena kita akan menghadap Allah yang Maha besar, yang memiliki diri kita, yang amat menyayangi diri kita, yang amat kita butuhkan, yang amat penting dalam hidup kita dan yang menentukan nasib kita.
Yang disayang Allah bukan mereka yang diberi rizqi berlimpah, yang disayang Allah adalah yang bisa melakukan penghadapan (bersholat) dengan pikiran dan perasaan, yang dapat merasakan lezat dan ni’matnya penghadapan serta tatapan mata kasih Allah. Karena dengan penghadapan seperti inilah akan tercipta surga di dadanya.
*Renungan yang diambil dari tulisan Ustad Zen Muhammad al Hadi di Fanspage Facebook Zen Muhammad Al-Had









