MI’ROJ DALAM SHOLAT (PENGHADAPAN YANG SESUNGGUHNYA)

11:15 PM 0 Comments A+ a-


Bila ingin perjumpaan dengan Allah menjadi lezat dan meni’mati penghadapan serta tatapan mata kasih Allah, maka menjelang bersholat persiapkan diri dengan niat yang tulus ingin memenuhi panggilan Allah SWT. 

Sejak mulai mendengar suara adzan “Allahu akbar”, inilah Allah Tuhan-ku yang Maha besar, yang memiliki diriku, yang amat menyayangi diriku, yang kumuliakan, yang kubutuhkan, yang amat penting dalam hidupku dan yang menentukan nasibku, hanya Dia-lah yang aku besarkan, selain Dia kecil. 

Terdengar “Hayya ‘alash sholah”, katakan dalam hati: “Labbaika ya Allah, hamba-Mu akan datang menghadap. Terima kasih ya Allah atas panggilan ini.” 

Kemudian terdengar “Hayya ‘alal falah”, “Alhamdulillah, aku akan diberikan kemenangan di masa depan.” 

Setelah adzan, bersiap-siaplah untuk berthoharoh mensucikan muka, mensucikan tangan, menyapu bersih kotoran-kotoran dalam pikiran kepala dan perasaan-perasaan najis dalam hati.

Karena mau menghadap yang Maha suci, maka usirlah segala pikiran kotor dan perasaan dendam, benci, iri, congkak, kemudian usir dunia dengan segala isinya, hapus variasi dan fantasi-fantasi liar dalam pikiran, lupakan dunia dengan segala isinya, yang ada aku dan Allah-ku, yang lain anggap tidak ada. Lakukanlah sholat, pandanglah Allah yang sedang memandang kita dengan mata kasih. 

Ni’matilah pandangan kasih itu, ternyata Allah SWT amat menyayangi diriku, rasa lezat menyelinap dalam hati. Kemudian timbul rasa malu, merasa banyak bersalah kepada Allah karena sholat-sholatku yang lalu terburu-buru, badanku bersholat tetapi pikiran dan perasaanku berada di kota lain, dalam sholatku itu yang kuhadapi ATM, makanan, pasar, kantor; yang kuingat uang, syahwat dan lain-lain. 

Sungguh aku malu, merah mataku, parau suaraku dan gemetar tubuhku. 

Bila aku yakin Allah memandangku, makhluq juga memandangku, mengapa aku lebih mengutamakan pandangan makhluq daripada pandangan Allah yang menciptakan diriku, yang menyayangiku dan yang menentukan nasibku? 

Kini tidak ada lagi yang aku besarkan, semua makhluq lemah tak berdaya, siapapun dia pasti pernah mengalami sakit, stress, lemah dan tak berdaya. 

لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِالله 
“Tidak ada daya dan kekuatan selain Allah.” 

Kini kubongkar semua dari pikiran dan perasaanku ketergantungan kepada yang lebih rendah dari Allah. 

حَسْبِى رَبِّي جَلَّ الله 
Aku tenang, Allah tumpuan harapanku. 

مَا فِي قَلْبِيْ اِلاَّ الله 
Hanya Allah dalam hatiku.
Yang kubutuhkan hanya Allah, Dia-lah yang memiliki diriku, memeliharaku, mencukupi kebutuhanku sejak aku belum mengenal-Nya, saat aku masih di dalam perut ibuku, Dia mengirim makanan melalui plasenta. Kemudian begitu aku lahir, sebelum aku bisa berdoa dan menyembah-Nya, Dia telah sediakan makanan berupa susu di dada ibuku. 

Subhanallah. Alangkah rahim-nya Allah-ku. Kini aku tidak membutuhkan siapapun, aku hanya membutuhkan Allah-ku, Dia-lah yang menentukan masa depanku. Kini aku berada di hadapan-Nya, dan akan selalu berada di hadapan-Nya. 

Allah SWT terus menatapku dengan tatapan mata kasih, yang membuat basah mataku. Malaikat-malaikat-Nya berkerumun mengelilingi diriku. Malaikat yang berakal dan tanpa nafsu itu nampak senyum-senyum kecil bergembira melihat seorang anak manusia kembali menghamba kepada Pencipta-nya. 

Malaikat bergembira menyaksikan seorang hamba melakukan penghadapan yang sesungguhnya, bersholat dengan pikiran dan perasaannya. Dengan penghadapan yang seperti ini, atas izin Allah, malaikat-malaikat itu menyiramkan energi-energi sholat (penghadapan) kepada sang hamba, energi yang dapat membuat rasa jijik terhadap segala maksiat dan kemunkaran. 

Firman Allah SWT: ”Sesungguhnya bershalat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar.” (Q.S. Al-Ankabut ayat 45) 

Penghadap (orang yang bersholat) dengan kesucian hati (pikiran dan perasaan) akan menjadi manusia berperikemanusiaan yang sholeh, yang dapat meni’mati sholat ketika berhadapan dengan Allah SWT. 

Pada saat penghadapan, dia mi’roj menuju istana Allah, berhadapan dalam keni’matan sehingga lupa dunia dengan segala isinya, dia tidak mendengar suara hiruk pikuk dunia. Karena dia menghadap dengan hati yang suci. “Yang datang menghadap Allah dengan hati yang suci.” (Q.S. Asy-Syu’aro’ ayat 89)

Oleh karena itu, setelah selesai bersholat, dia merasa kembali ke bumi dan mengucapkan selamat kepada penghuni bumi 
“السلام عليكم ورحمة الله وبركاته “ 

Kalau anda dipanggil oleh atasan, pejabat ataupun boss, anda pasti buru-buru menghadap untuk memenuhi panggilannya. Anda persiapkan penampilan dan apa yang akan anda bicarakan. 

Tetapi, mengapa ketika akan menghadap Allah, anda malah meremehkan penghadapan anda? Maka beginilah keadaan ummat Islam saat ini. 

 Marilah kita sediakan waktu khusus untuk bersholat, karena kita akan menghadap Allah yang Maha besar, yang memiliki diri kita, yang amat menyayangi diri kita, yang amat kita butuhkan, yang amat penting dalam hidup kita dan yang menentukan nasib kita. 

Yang disayang Allah bukan mereka yang diberi rizqi berlimpah, yang disayang Allah adalah yang bisa melakukan penghadapan (bersholat) dengan pikiran dan perasaan, yang dapat merasakan lezat dan ni’matnya penghadapan serta tatapan mata kasih Allah. Karena dengan penghadapan seperti inilah akan tercipta surga di dadanya. 

*Renungan yang diambil dari tulisan Ustad Zen Muhammad al Hadi di Fanspage Facebook Zen Muhammad Al-Had

11:06 PM 0 Comments A+ a-


Allah SWT menciptakan bahan pakaian untuk menutup aurat lahiriah, dan Allah menciptakan taubat untuk menutup aurat batiniah. 

Sibukkanlah diri anda dengan mengoreksi aib diri sendiri dan buanglah segala sesuatu yang tidak berguna bagi masa depan anda.

*Renungan yang diambil dari tulisan Ustad Zen Muhammad al Hadi di Fanspage Facebook Zen Muhammad Al-Had

TAFAKKUR dan TADABBUR

10:57 PM 0 Comments A+ a-


Ramadhan merendam kita pada kebeningan hati, membawa kita pada telaga kesabaran. 

Melalui kesucian hati lewat tafakkur dan tasyakkur, semoga semakin membuat kita memahami bagaimana untuk lebih dikasihi dan disayangi Allah swt. 

Tafakkur mengajarkan bagaimana kita menaklukkan dan berdamai dengan diri kita sendiri, lalu menemui Allah swt melalui keheningan dalam sanubari yang paling dalam, berdialog antara dirinya dan dengan Tuhannya, hingga berakhir kepada ketenangan dan kebahagiaan. 

Orang yang bertafakkur akan memiliki kepekaan diri. 

Tadabbur adalah mengasah kebiasaan saat kita mampu berdamai dengan nurani kita, kita akan menemukan suara-suara keagungan melalui lingkungan dan alam semesta, mulai dari tumbuh-tumbuhan, hewan, pegunungan, air, udara, matahari, lautan, langit, dan bahkan bintang. 

Al-Qur’an menanyakan pada kita apakah mereka tidak mau merenung? Inilah ibadah tertinggi yang dapat kita lakukan, tafakkur dan tadabbur. 

Tasyakur adalah bagian peran aktif untuk meraih makna kehidupan yang luar biasa membawa berkah ini. 
Keberkahan ini tidak hanya didiamkan saja, namun justru dirayakan dengan positif. Syukur tidak cukup hanya diucapkan saja, namun harus masuk ke dalam perilaku sehari-hari sehingga orang lain menemukan keindahan dan kesempurnaan dalam hidup orang yang bersyukur. 

Merasakan kesadaran hening, bening, jernih, tenteram, bahagia, nyaman, tenang, dan terang. Kesadaran ini sekali lagi adalah penyingkapan cahaya kesadaran diri bersama Allah, yang membuat seseorang memberikan yang terbaik dalam hidupnya. 

Inilah sesungguhnya pengejawantahan hidup yang penuh arti.

Inilah yang ada dalam Ramadhan, yang kalau kita hanya melewatkannya dengan lapar dan haus, maka kerugianlah yang kita dapat.

*Renungan yang diambil dari tulisan Ustad Zen Muhammad al Hadi di Fanspage Facebook Zen Muhammad Al-Hadi

10:51 PM 0 Comments A+ a-


Hidayah adalah hadiah terindah yang dikaruniakan Allah kepada kita, bagaimana kita menyambutnya dengn sepenuh jiwa raga ?

Allah sang pembimbing pemberi hidayah yang maha agung maha sabar. 

Q.S. Az Zumar ayat 18: "Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal." 

Q.S. Az-Zumar ayat 22: "Maka apakah mereka yang dibukakan Allah hatinya untuk mempelajari Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya sama dengan yang membeku batu hatinya? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membeku batu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata." 

Q.S. Ash-Shaad ayat 62: "Dan mereka yang durhaka berkata: "Mengapa kami tidak melihat orang-orang yang dahulu di dunia kami anggap sebagai orang-orang yang jahat dan hina?" 

Kita harus menyaring semua petunjuk, maka kita akan mendapatkan nur Illahi, cahaya kebenaran yang melingkupi kehidupan kita, penuh kedamaian.

*Renungan yang diambil dari tulisan Ustad Zen Muhammad al Hadi di Fanspage Facebook Zen Muhammad Al-Hadi

10:47 PM 0 Comments A+ a-


Hati itu cermin. 
Siapa yang mau bercermin di situ, mesti luas, melebihi luas langit/bumi. 
Cemberut itu ikatan/penghalang. 
Bertawasul merapatkan ruh dengan orang yang kita kagumi. 
Dunia itu hijab. 
Selain Allah itu hijab. 
Hijab itu sebenarnya tidak permanen. 
Bayangan dunia hilang dari hati kita. Luangkan waktu untuk mengenal Allah. 
Luangkan waktu untuk mengenal Rasulullah.
Cinta bisa tembus ke ‘alamin. 
Cinta menghilangkan jarak. 
Cinta menghilangkan hijab. 
Biasakan indera kita terarah kepada yang baik. 
Indera kita semua berpuasa. 
Yang indah itu melawan nafsu. 
Yang bahagia itu melawan nafsu. 
Mengikuti nafsu = derita. 
Karena nafsu itu tidak bertepi. 
Bisa puasa sunnah = senang. 
Bisa shalat sunnah = senang.

*Renungan yang diambil dari tulisan Ustad Zen Muhammad al Hadi di Fanspage Facebook Zen Muhammad Al-Hadi

10:42 PM 0 Comments A+ a-



Manusia adalah makhluq termulia di antara para makhluq. Firman Allah SWT dalam Surat Al-Isroo’ ayat 70: “Aku (Allah) telah memberikan karamah, (yaitu hak hidup terhormat) bagi setiap manusia ."



Manusia mulia karena memiliki penimbang (akal), sedangkan hewan hanya punya jadwal, yaitu jadwal makan, tidur dan lain-lain (naluri). 



Tapi, manusia juga mempunyai jam biologi yang hewani. Jika manusia tidak menggunakan penimbang dalam memilih berbuat atau tidak berbuat, maka kemuliaannya turun menjadi sederajat dengan hewan. 



Manusia dilahirkan suci (polos), berperikemanusiaan, cenderung memilih yang adil dan benar. Namun, ketika manusia memperbesar keinginan biologi (hewani) dan tidak menggunakan penimbang, maka kesuciannya itu akan tercemar oleh debu-debu hawa. 



Bila manusia ingin kembali suci, ia dapat melakukannya dengan mendaur ulang jiwanya, seperti air yang kotor dan sudah tercemar pelimbahan atau apapun, disiram oleh sinar panas matahari, terbang menguap menjadi awan, menetap di angkasa beberapa hari, kemudian turun lagi ke bumi sudah bersih, putih, suci dan dapat mensucikan. 



Manusia dapat mendaur ulang jati dirinya dengan melelehkan hawa nafsunya (egonya), kemudian mengosongkan isi pikiran dan perasaan, dikuras keluar segala dendam dan benci, dilupakan semua yang menyakiti perasaan, kemudian ia ciptakan penghalang di muka pintu pikiran dan halaman perasaan untuk mencegah segala berita buruk, sifat-sifat busuk, segala yang membuat gelisah, seperti dendam dan benci, lalu ditutup kedua pintu itu rapat-rapat, dibuka hanya untuk berita, informasi dan apa saja yang menyenangkan.



Tenang dan damai, maka bersemayamlah surga di dalam dada. Jiwa menjadi kaya, tidak lagi merasa kurang dan tidak takut maupun cemas. Mata dapat memandang apa saja, namun pandangan itu kosong, tidak nampak apapun kecuali pencipta segala yang dipandangnya itu. 



Setelah itu, jiwa mendaki, mi’raj menemui pemilik diri. Nabi Muhammad SAW sebelum memimpin negara, mi’raj menemui Sang pemilik dan pemelihara, sehingga beliau sukses memimpin negara dan ummat. 



Oleh karena itu, siapapun yang berkeinginan mau memimpin negeri ini untuk menjadi pejabat eksekutif, legislatif maupun yudikatif, sebaiknya bermi’raj terlebih dahulu. 



Sebelum bermi’raj, mensucikan jiwa dengan daur ulang seperti tersebut di atas. Kemudian mi’raj, lalu menjabat. Ketika menjabat, tentulah bertaqwa. 



Orang yang bertaqwa itu bagaimana? Orang yang bertaqwa itu berakhlaq. Taqwa itu adalah akhlaq dan akhlaq itu adalah taqwa. Tidak mungkin orang yang bertaqwa itu tidak berakhlaq, misalnya keras kepala ataupun sombong. 


Orang bertaqwa itu selalu berkelakuan baik dan santun bekerja. Berakhlaq kepada Allah. 
Berakhlaq ketika menjabat. 
Berakhlaq ketika bekerja. 
Berakhlaq ketika berda’wah. 
Berakhlaq ketika bermusyawarah di gedung DPR/MPR. 
Berakhlaq ketika memimpin rakyat. 
Berakhlaq memimpin rumah tangga. 
Berakhlaq berfamili. 
Berakhlaq bersedekah. 
Berakhlak berbicara. 
Berakhlaq berdagang. 
Berakhlaq menegakkan keadilan. 
Berakhlaq di pengadilan. 
Berakhlaq di kantor. 
Berakhlaq di pasar. 
Berakhlaq di jalan. 
Berakhlaq di masjid. 
Berakhlaq di sekolahan. 
Berakhlaq di depan presiden. 
Berakhlaq di depan pemulung. 
Berakhlaq memberi salam. 

Bila tidak berakhlaq, berarti melakukan kezaliman. Dan perbuatan zalim yang paling dibenci Allah adalah mencegah da’wah/zikir kepada Allah SWT. 



Allah SWT berfirman: “Tidak ada kezaliman melebihi kezaliman mereka yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya (beribadah), berzikir dan berusaha untuk membubarkannya. Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalam masjid Allah, kecuali dengan rasa takut. Pelaku kezaliman di dunia akan mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (Q.S. Al-Baqoroh ayat 114)


*Renungan yang diambil dari tulisan Ustad Zen Muhammad al Hadi di Fanspage Facebook Zen Muhammad Al-Hadi

10:24 PM 0 Comments A+ a-


Dinyatakan dalam beberapa buku dan internet bahwa kutu adalah binatang yang mampu melompat 300 kali tinggi tubuhnya.

Namun, apa yang terjadi bila ia dimasukkan ke dalam sebuah kotak korek api kosong, lalu dibiarkan berada di sana selama satu hingga dua minggu? 

Hasilnya, kutu itu sekarang hanya mampu melompat setinggi kotak korek api saja. 

Kemampuan melompat 300 kali tinggi tubuhnya tiba-tiba hilang. 

Melalui perumpaan ini maka jangan biarkan pikiran anda dipenjara oleh mazhab apapun, hati-hatilah, jangan masuk perangkap mazhab atau aliran, anda akan ditawan dalam kotak mazhab, seperti seekor kutu yang ditawan dalam kotak korek api, ia mencoba melompat tinggi, tapi selalu terbentur dinding kotak korek api. 

Ia mencoba lagi dan terbentur lagi. Terus begitu, sehingga ia mulai ragu akan kemampuannya sendiri. Ia mulai berpikir: "Sepertinya kemampuan saya melompat memang hanya segini.” Kemudian lompatannya ia sesuaikan dengan tinggi korek api itu saja. Dan ia merasa aman karena tidak terbentur lagi. 

Saat itu ia sangat yakin: "Nah benar kan, kemampuan saya melompat memang hanya segini. Inilah saya. Hanya ini yang benar.” Terpenjaralah ia dalam pikirannya sendiri. Ketika kutu itu sudah dikeluarkan dari kotak korek api, ia masih terus merasa bahwa batas kemampuan melompatnya hanya setinggi kotak korek api saja. Sang kutu pun hidup seperti itu sampai akhir hayat. 

Kemampuannya telah dibatasi oleh lingkungannya. Seperti itulah pembatasan yang terjadi pada ummat. Mereka terpenjara dalam kotak-kotak mazhab. Lebih parah lagi, sebagian orang Islam menjadikan mazhab sebagai agamanya. Siapapun yang berbeda dengan pendapat mazhabnya dianggap kafir. 

Dia tidak perduli terhadap Islam, tapi dia bisa marah dan mengamuk bila pendapat mazhabnya dilanggar. Sesungguhnya Islam dan ummat Islam dapat mencapai kemajuan material maupun spiritual. 

Namun, karena ummat ini sudah terkungkung dalam kotak-kotak mazhab maka ummat Islam menjadi seperti sekarang ini. Banyak tapi lemah, lemah iman dan lemah kekuatan. Tertinggal dalam bidang teknologi maupun ilmu pengetahuan. Terikat borgol mazhab, tidak lagi mencintai Islam dan ummat Islam. 

Yang dicintai hanya mazhabnya dan orang-orang yang semazhab dengannya. Muslimin lainnya yang tidak sependapat dengannya, diperlakukan sebagai musuhnya. Astaghfirullah. Mazhab diyakini sebagai kendaraan ke surga. Sesempit itu pemikiran mereka, karena terkungkung dalam sangkar mazhab.

Semoga Allah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua.




*Renungan yang diambil dari tulisan Ustad Zen Muhammad al Hadi di Fanspage Facebook Zen Muhammad Al-Hadi

10:17 PM 0 Comments A+ a-


Dasar-dasar tawakkal (pasrah) ada empat (empat) sendi: 

1. Azam
    Azam yaitu tekad kuat ingin pasrah

2. Ridho 
    Ridho pada apapun yang sudah terjadi dan akan terjadi

3. Sabar
    Sabar yaitu tegar, tetap akan pasrah sepahit apapun yang terjadi dan akan terjadi siap untuk menerima dengan senyum untuk diri sendiri dan akan menebar senyum kepada semua keluarga, famili dan teman-teman yang baik

4. Syukur
    Syukur ialah membalas kebaikan dengan melakukan perbuatan yang menyenangkan Allah SWT, dengan selalu menghadap kepada-Nya dan melakukan kebaikan teruntuk hamba dan ummat-Nya.


*Renungan yang diambil dari tulisan Ustad Zen Muhammad al Hadi di Fanspage Facebook Zen Muhammad Al-Hadi